MANDATORY SPENDING BEBANI APBN







  

Wuzzup generasi millennial! Kalian pasti tau APBN kan? Tau gak apa aja yang sebenarnya membebani APBN ­kita? Udah tau atau belum, kalian harus tetep baca sampe akhir, Yuk simak artikel ini!

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau yang disingkat dengan APBN ialah rencana keuangan tahunan pemerintah negara yang disusun oleh Kementerian Negara / Lembaga dan telah disetujui oleh DPR. APBN berisi daftar sistematis dan terperinci yang memuat rencana penerimaan, pengeluaran, dan pembiayaan negara selama satu tahun anggaran(1 Januari s.d 31 Desember).  Dalam mengelola APBN tentunya pemerintah menemukan permasalahan dan tantangan yang diantaranya yaitu:
-       Ruang Fiskal yang masih terbatas
-       APBN semakin terbebani Mandatory Spending yang semakin membesar
-       Penyerapan anggaran belanja negara masih belum optimal
(sumber : PPT TM 1 PELAKSANAAN APBN PKN STAN)
APBN yang dibuat setiap tahunnya memiliki permasalahan dan tantangan yang belum bisa diatasi sepenuhnya. Seperti salah satu permasalahannya yaitu APBN yang masih terbebani oleh mandatory spending yang semakin membesar. Mandatory Spending ialah belanja atau pengeluaran yang sudah diatur oleh undang-undang. Yang termasuk dari mandatory spending yaitu :
a.    Alokasi anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD sesuai amanat UUD 1945 pasal 31 ayat (4);
b.    Alokasi anggaran Dana Alokasi Umum (DAU) minimal 26 persen dari penerimaan dalam negerineto sesuai dengan ketentuan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah;
c.    Alokasi anggaran Dana Bagi Hasil (DBH) dengan perhitungan yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah;
d.    Alokasi anggaran kesehatan sebesar 5 persen dari APBN sesuai dengan ketentuan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
e.    Alokasi anggaran untuk otonomi khusus sesuai dengan Undang-undang Otonomi Khusus Provinsi Aceh dan Papua masing-masing sebesar 2 persen dari DAU nasional.

For your infomation guys, kalau kalian belum kebayang mandatory spending, mungkin program satu ini sangat familiar dibenak kalian. Contoh dari pengalokasian anggaran untuk mandatory spending adalah pemberian bantuan dana BOS(Bantuan Operasional Sekolah) kepada sekolah-sekolah.
 




Pada tahun 2017 , total pendapatan negara sebesar Rp1.750,3 triliun sedangkan pengalokasian anggaran untuk mandatory spending untuk anggaran pendidikan sebesar Rp416,1 Triliun , untuk anggaran kesehatan sebesar Rp104,0 Triliun , dan untuk transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 764,9 Triliun. Sehingga, jumlah pengalokasian anggaran untuk mandatory spending tahun 2017 sebesar Rp1.285 Triliun. Dengan kata lain, mandatory spending menghabiskan sekitar 73,41% dari total pendapatan APBN.
(sumber:https://www.kemenkeu.go.id/apbn2017)

Banyak gak guys anggaran untuk mandatory spending-nya? Eits, coba lanjutin dulu baca, ada yang aneh dengan negeri kita nihJ

Menurut berita online pada hari rabu 6 desember 2017 pukul 20.59 WIB yang dimuat oleh Tempo dalam bisnis.tempo.co yang berjudul “Sri Mulyani Geram Ratusan Pemda Tak Patuhi Mandatory Spending” dijelaskan bahwa banyak daerah yang tidak mematuhi aturan mandatory spending. Ketidakpatuhan pemerintah daerah dalam mandatory spending seperti sebagai berikut. 
1.      Dari 542 daerah, baru 400 daerah yang mengalokasikan dana 20 persen untuk pendidikan sehingga terdapat 142 daerah yang belum memenuhi kriteria, Daerah itu terdiri atas 20 provinsi, 114 kabupaten, dan 19 kota.
2.      Untuk anggaran kesehatan, jumlah daerah yang belum mengikuti aturan jauh lebih besar. Sri Mulyani menuturkan baru 180 daerah dari 542 daerah yang telah menganggarkan 10 persen dana untuk kesehatan. Sebanyak 30 provinsi, 281 kabupaten, dan 51 kota belum memenuhi kewajiban tersebut.
3.      Pengeluaran wajib lain adalah alokasi dana desa 10 persen dari dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH). Saat minim terdapat 434 daerah yang harus menyalurkan dana tersebut. Sebagian besar sudah memenuhi kewajibannya, tapi ada dua kota dan 32 kabupaten yang belum melakukannya.
4.      Adapun pengeluaran wajib untuk belanja infrastruktur baru dipenuhi 240 daerah dari total 542 daerah. Daerah yang belum memenuhi kewajiban terdiri atas 14 provinsi, 239 kabupaten, dan 49 kota. Semua daerah itu harus mengalokasikan dana infrastruktur 25 persen dari DAU dan DBH.
Walaupun Pemerintah pusat telah banyak mengalokasian anggaran untuk mandatory spending tetapi masih saja ada pemerintah daerah yang tidak mematuhi aturan yang telah diatur secara jelas oleh undang undang.

Kemana sih pak/bu alokasi anggaran yang telah dianggarkan ? -__-

Jadi menurut Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Boediarso Teguh Widodo jika pemerintah daerah tidak mengikuti aturan mandatory spending, akan diberikan hukuman. Boediarso berujar hukuman tersebut berupa penundaan hingga pemotongan DAU atau DBH. Daerah yang belum memenuhi mandatory spending akan diberikan peringatan lebih dulu. Sampai kewajibannya dipenuhi, pemerintah pusat akan menahan DAU atau DBH. Jika tidak juga dipenuhi, pemerintah akan memotong DAU dan DBH. Dana yang dipotong tersebut sebesar selisih antara kewajiban dengan realisasi.
(sumber : https://bisnis.tempo.co/read/1040110/sri-mulyani-geram-ratusan-pemda-tak-patuhi-mandatory-spending)
Kebijakan tersebut diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yaitu, PMK 86/PMK.07/2018 TENTANG TATA CARA PEMOTONGAN DANA ALOKASI UMUM DAN/ATAU DANA BAGI HASIL DAERAH PEMBERI HIBAH/BANTUAN PENDANAAN YANG TIDAK MEMENUHI KEWAJIBAN HIBAH/BANTUAN PENDANAAN KEPADA DAERAH OTONOMI BARU
(sumber : http://www.djpk.kemenkeu.go.id/?p=8163)
           
Pak/ Bu, pemerintah kan sudah memberikan alokasi anggaran mandatory spending, tapi karena pak/bu belum atau tidak memenuhinya kan membuat alokasi anggarannya kepotong, misal deh pengeluaran wajib untuk kesehatan 10 persen, terus daerah hanya mengalokasikan 6 persen, DAU atau DBH untuk daerah tersebut dipotong jadi 4 persen. Anggaran tersebut sangat penting bagi rakyat pak/bu kalau misalnya tahun depannya ternyata sangat membutuhkan anggaran yang lagi 4 persen itu gimana? Hmm.

Diluar semua masalah sudah atau belumnya pemerintah daerah menjalankan mandatory spending, pengalokasian anggaran seperti ini memiliki tujuan yang baik kepada warga negara Indonesia. Namun, akibat dari Jumlah mandatory spending yang proporsinya terlalu besar akan mengurangi kapasitas fiskal yang menyebabkan pemerintah mengalami kesulitan untuk dapat melakukan kegiatan belanja negara yang berkualitas dan memberikan multiplier effect yang besar terhadap perekonomian. Perlu diketahui, kapasitas fiskal adalah ruang gerak pemerintah mengalokasikan dana untuk investasi dan pembangunan. Sehingga dengan terbatasnya kapasitas fiskal, pemerintah Indonesia kesulitan untuk mengeluarkan pengeluaran lainnya yang dapat membantu pertumbuhan negeri seperti pembangunan infrastruktur. Kebijakan belanja yang mengikat berupa mandatory spending ini juga menyebabkan kebijakan fiskal semakin rigid, dimana jika terjadi perubahan keadaan perekonomian yang menyebabkan terjadinya perubahan pada anggaran, maka hal itu tidak dapat segera dilakukan, karena telah ditentukannya mandatory spending yang harus dimasukkan dalam belanja negara. Dan untuk melakukan perubahan terhadap mandatory spending tersebut maka harus dilakukan perubahan terhadap ketentuan perundang-undangan yang perlu mendapat persetujuan dari DPR.

Komentar

  1. Goodluck! Informasi yang bagus

    BalasHapus
  2. Well done kak, informasi yang sangat bermanfaat buat saya

    BalasHapus
  3. makasi kak,akhirnya tugas saya selesai:))

    BalasHapus
  4. Sangat memudahkan saya membuat tugas, kebetulan saya ada tugas tentang APBN

    BalasHapus
  5. sering sering post ya, semoga kita bisa ketemu kapan-kapan

    BalasHapus
  6. Artikel yang sangat bermanfaat. Hidup APBN--#UangKita

    BalasHapus
  7. Terimakasih kak infonya. Sangat bermanfaat

    BalasHapus

Posting Komentar